BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gagasan dan pelaksanaan pendidikan selalu dinamis
sesuai dengan dinamika manusia dan masyarakatnya. Dari dulu sampai sekarang ini
pendidikan merupakan hal yang paling penting untuk membawa masyarakat kepada
kehidupan yang lebih baik, dan masalah sukses tidaknya pendidikan tidak lepas
dari faktor perkembangan sosial budaya dan perkembangan iptek. Aliran
pendidikan adalah pemikiran-pemikiran yang membawa pembaruan pendidikan.
Pertama, “teori” dipergunakan oleh para pendidik untuk menunjukkan
hipotesis-hipotesis tertentu dalam rangka membuktikan kebenaran-kebenaran melalui
eksperimentasi dan observasi serta berfungsi menjelaskan pokok bahasannya.
O’Connor mendenifisikan istilah “teori” dengan:
“Kata “teori” sebagaimana yang
dipergunakan dalam konteks pendidikan secara umum adalah sebuah tema yang apik.
Teori yang dimaksudkan hanya dianggap absah manakala kita tetapkan hasil-hasil
eksperimental yang dibangun dengan baik dalam bidang psikologi atau sosiologi
hingga sampai kepada praktek kependidikan”.
Muhammad Nujayhi, seorang ahli pendidikan Mesir
Kontemporer merefleksikan pandangan senada dengan O’connor ketika mengatakan,
bahwa perkembangan-perkembangan di bidang psikologi eksperimental membawa
kesan-kesan ke dalam dunia pendidikan dan memberi sumbangan bagi teori-teori
pendidikan, sebagaimana yang terdapat pada bidang ilmu pengetahuan khusus.
Dengan demikian, “teori” dalam arti pertama terbatas pada penjelasan mengenai
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan batas-batasan ilmiah.
Kedua, “teori” menunjuk kepada bentuk asas-asas yang
saling berhubungan yang mengacu kepada petunjuk praktis. Dalam pengertian ini,
bukan hanya mencangkup pemindahan-pemindahan eksplanasi fenomena yang ada,
namun termasuk di dalamnya mengontrol atau membangun pengalaman.
Pemikiran-pemikiran
dalam pendidikan berlangsung seperti suatu diskusi berkepanjangan yakni pemikiran-pemikiran
terdahulu yang ditanggapi oleh pro dan contra oleh pemikir-pemikir berikutnya.
Pemahaman terhadap pemikiran-pemikiran penting dalam pendidikan akan membekali
tenaga kependidikan dengan wawasan kesejarahan.
Aliran-aliran
pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok
manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda yang memerlukan pendidikan yang
lebih baik. Didalam berbagai kepustakaan tentang aliran-aliran pendidikan,
pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari zaman yunani kuno
sampai saat ini.
Pembawaan
dan lingkungan merupakan hal yang tidak mudah untuk di jelaskan
sehingga memerlukan penjelasan dan uraian yang tidak sedikit. Telah
bertahun-tahun lamanya para ahli didik, ahli biologi, ahli psikologi dan
lain-lain memikirkan dan berusaha mencari jawaban
tentang perkembangan manusia. Perkembangan manusia itu sebenarnya bergantung kepada pembawaan
ataukah lingkungan. Dalam hal ini, penulis akan memaparkan beberapa pendapat
dari aliran-aliran klasik di antaranya, aliran nativisme, naturalisme,
empirisme, dan konvergensi, dan juga terdapat aliran baru diantaranya, aliran
fungsionaris, aliran kulturalisme, aliran kritikal, aliran interpelatif, dan
aliran modern serta pengaruhnya terhadap pemikiran dan praktek pendidikan di
Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Apa pengertian Aliran Nativisme,
Empirisme, Konvergensi, Naturalisme, Progresivisme, Konstruktivisme.?
1.3 Tujuan
Dalam pembahasan kali ini pemakalah mempunyai tujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pendapat aliran-aliran pendidikan.
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Dasar Pendidikan
1. Untuk mengetahui pendapat aliran-aliran pendidikan.
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Dasar Pendidikan
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Aliran-Aliran Pendidikan
Aliran-aliran pendidikan adalah pemikiran-pemikiran yang membawa
pembaharuan dalam dunia pendidikan. Pemikiran tersebut berlangsung seperti
suatu diskusi berkepanjangan, yakni pemikiran-pemikiran terdahulu selalu ditanggapi dengan pro dan kontra oleh
pemikir berikutnya, sehingga timbul pemikiran yang baru, dan demikian
seterusnya. Aliran-aliran pendidikan telah dimulai
sejak awal hidup manusia karena setiap kelompok manusia selalu
dihadapakan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan yang
lebih baik dari orang tuanya. Di dalam berbagai kepustakaan tentang
aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai
dari zaman yunani kuno sampai sekarang.
2.2 Aliran
Kalasik Dan Gerakan Baru Dalam Pendidikan
Aliran-aliran klasik
yang meliputi aliran-aliran empirisme, nativisme, naturalisme, dan konvergensi
merupakan benang-benang merah yang menghubungkan pemikiran-pemikiran pendidikan
masa lalu, kini, dan mungkin yang akan datang. Aliran-aliran itu mewakili
berbagai variasi pendapat tentang pendidikan, mulai dari yang pesimis yang
memandang bahwa pendidikan kurang bermanfaat bahkan merusak bakat yang telah
dimiliki anak sampai dengan yang optimis yang memandang bahwa anak seakan-akan
tanah liat yang dapat dibentuk sesuka hati.
Selanjutnya, terdapat
beberapa gagasan yang lebih bersifat satu gerakan dalam pendidikan yang pengaruhnya
masih terasa sampai kini, yakni gerakan-gerakan pengajaran alam sekitar,
pengajaran pusat perhatian, sekolah kerja, dan pengajara proyek.
Gerakan-gerakan tersebut dapat dikaji untuk memperkuat wawasan dan pengetahuan
tentang pengajaran. Seperti telah dikatakan bahwa pengajaran merupakan pilar
penting dari kegiatan pendidikan di sekolah, utamanya kalau dilakukan dalam
pengajaran yang sekaligus mendidik.
2.2.1 Aliran-Aliran Klasik dalam Pendidikan Dan
Pengaruhnya Terhadap Pemikiran
Pendidikan di Indonesia
Aliran-aliran itu pada
umumnya mengemukakan satu faktor dominan tertentu saja, dan dengan demikian,
suatu aliran dalam pendidikan akan mengajukan gagasan untuk mengoptimalkan
faktor tersebut untuk mengembangkan manusia.
a. Aliran Empirisme
Aliran empirisme bertolak dari Lockean
Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan
manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan,
sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Tokoh perintis ini adalah seorang
filsuf Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula
Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Menurut
pandangan empirisme pendidik memegang peranan yang sangat penting sebab
pendidik dapat menyediakan lingkungan pendidikan kepada anak dan akan diterima
oleh anak sebagai pengalaman-pengalaman yang sesuai dengan tujuan
pendidikan.
Aliran empirisme dipandang berat sebelah sebab hanya
mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. sedangkan
kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan, menurut
kenyataan dalam kehidupan sehari-hari terdapat anak yang berhasil karena
berbakat, meskipun lingkungan sekitarnya tidak mendukung. Penganut aliran ini
masih tampak pada pendapat-pendapat yang memandang manusia sebagai makhluk
pasif dan dapat dimanipulasi, umpama melalui modifikasi tingkah laku. Hal itu
tercermin pada pandangan scientific psychology dai B.F. Skinner
ataupun pandangan behavioral lainnya. Pandangan behavioral ini masih juga
bervariasi dalam menentukan faktor apakah yang paling utama dalam proses
belajar itu, sebagai berikut:
1) Pandangan
yang menekankan stimulus (rangsangan) terhadap prilaku seperti dalam “classical
condidtioning” atau “respondent learning”.
2) Pandangan
yang menekankan peranan dari dampak ataupun balikan dari sesuatu prilaku
seperti dalam “operant conditioning” atau “instrumental learning”.
3) Pandangan
yang menekankan peranan pengamatan dan imitasi seperti dalam “observational
learning”, “social learning and imitation”, “participant
modelling”,dan “self-efficacy”.
b. Aliran Nativisme
Aliran nativisme bertolak dari Leibnitzian
Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor
lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan
anak. Schopenhauer berpendapat bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik
dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh
pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir dan wataknya tidak bisa dipengaruhi
oleh lingkungan. Berdasarkan pandangan ini maka keberhasilan pendidikan
ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Istilah nativisme dari asala
kata natie yang artinya adalah terlahir. Terdapat satu pokok pendapat
aliran nativisme yang berpengaruh luas yakni bahwa dalam diri individu terdapat
satu inti pribadi yang mendorong manusia untuk mewujudkan diri, mendorong
manusia dalam menentukan pilihan dan kemauan sendiri, dan yang menempatkan
manusia sebagai makhluk aktif yang mempunyai kemauan bebas. Pandangan-pandangan
tersebut tampak anatara lain humanistik psychology dari Carl R.
Rogers ataupun pandangan phenomenology/ humanistik lainnya. Pengalaman belajar
ditentukan oleh “internal frame of refrence” yang dimilikinya. Terdapat variasi
pendapat dari pendekatan phenomenology/humanistik tersebut sebagai berikut:
1) Pendekatan
aktualisasi diri atau non-direktif (client centered) dari Carl R. Rogers dan
Abraham Maslow.
2) Pendekatan
“personal construct” dari George A. Kelly yang menekankan betapa pentingnya
memahami hubungan “transaksional” antara manusia dan lingkungannya sebagai
bekal awal memahami perilakunya.
3) Pendekatan
“Gestalt”, baik yang klasik maupun pengembangan selanjutnya.
4) Pendekatan
“search for meaning” dengan aplikasinya sebagai “Logotherapy” dari Viktor
Franki yang mengungkapkan betapa pentingnya semangat (human spirit) untuk
mengatasi berbagai tantangan/masalah yang dihadapi.
c. Aliran Naturalisme
Pandangan yang ada persamaannya dengan nativisme
adalah aliran naturalisme yang dipelopori oleh seorang filsuf Prancis J.J. Rousseau
(1712-1778). Rousseau berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan
mempunyai pembawaan buruk. Aliran ini juga disebut negativisme, karena
berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam. Jadi
dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. J.J. Rousseau ingin menjauhkan
anak dari segala keburukan masyarakat yang serba dibuat-buat (artificial)
sehingga kebaikan anak-anak yang diperoleh secara alamiyah sejak kelahirannya
itu tampak secara spontan dan bebas. Seperti diketahui, gagasan naturalisme
yang menolak campur tangan pendidikan, sampai saat ini tidak terbukti malahan
terbukti sebaliknya: pendidikan makin lama makin diperlukan.
d. Aliran Konvergensi
Perintis aliran ini adalah William Stern
(1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa
seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan
buruk. penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak,
baik faktor pembawaan maupun lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat
penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang tanpa adanya
lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan
yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada
diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu. William
Stern berpendapat bahwa hasil pendidikan itu tergantung dari pembawaan dan
lingkungan, seakan-akan dua garis yang menuju ke satu titik pertemuan yakni:
a -----------------------
c
b -----------------------
a)
Pembawaan
b)
Lingkungan
c)
Hasil pendidikan atau perkembangan
Karena itu, teori W. Stern disebut tori konvergensi
(konvergen artinya memusat ke satu titik). Jadi menurut teori konvergensi:
1) Pendidikan
mungkin untuk dilaksanakan.
2) Pendidikan
diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk
mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang
baik.
3) Yang
membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas
sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh-kembang manusia. Terdapat
variasi pendapat tentang faktor-faktor mana yang paling penting dalam
menentukan tumbuh-kembang itu. Variasi pendapat tersebut melahirkan berbagai
pendapat/gagasan tentang belajar mengajar, seperti peran guru sebagai
fasilitator ataukah informator, teknik penilaian pencapaian siswa dengan tes
objektif atau tes esai, perumusan tujuan pengajaran yang sangat behavioral,
penekanan pada peran teknologi pengajaran (The Teaching Machine, belajar
berprogram, dan lain-lain), dan sebagainya.
2.3 Aliran-Aliran
Baru dalam Pendidikan
Di dalam perkembangan pendidikan dewasa
ini dapat kita identifikasi lima aliran besar yaitu :
a. Aliran
Fungsionaris
Tokoh aliran ini adalah Durkheim dan Parsons. Aliran
fungsionalisme berpendapat fungsi pendidikan masa kini adalah transmisi
kebudayaan dan mempertahankan tatanan sosial yang ada. Masa depannya
mempersiapkan dengan mendengarkan fungsi-fungsi dalam masyarakat masa depan.
b. Aliran Kulturalisme
Tokoh aliran ini adalah Brameld dan Ki Hajar
Dewantara. Aliran ini melihat fungsi pendidikan masa kini sebagai upaya untuk
merekontruksi masyarakat. Masyarakat mempunyai masalah-masalah yang dihadapi
dan upaya pendidikan adalah untuk mengatasi masalah-masalah tersebut seperti
identitas bangsa, benturan kebudayaan, preservasi dan pengembangan budaya.
Fungsi pendidikan adalah menata masyarakat berdasarkan budaya yang universal
dengan berdasarkan budaya lokal yang berkembang ke arah kebudayaan nasional dan
kebudayaan global seperti Trikon dari Ki Hajar Dewantara.
c. Aliran Kritikal
Freire menggaris bawahi dalam pendidikan terdapat
tiga unsur fundamental yakni: pengajar, peserta didik dan realitas dunia.
Hubungan antara unsur pertama dengan unsur kedua seperti halnya teman yang
saling melengkapi dalam proses pembelajaran. Keduanya tidak berfungsi secara
struktural formal yang nantinya akan memisahkan keduanya. Bahkan Freire
mengarai bahwa hubungan antara pengajar dan peserta didik yang bersifat
struktural formal hanya akan melahirkan “pendidikan gaya bank” (banking consept
of education).
Posisi pengajar dan peserta didik oleh Freire
dikategorikan sebagai subyek “yang sadar” (cognitive). Artinya kedua posisi ini
sama-sama berfungsi sebagai subyek dalam proses pembelajaran. Peran guru hanya
mewakili dari seorang teman (partnership) yang baik bagi muridnya. Adapun
posisi realitas dunia menjadi medium atau obyek “yang disadari” (cognizable).
Disinilah manusia itu belajar dari hidupnya. Dengan begitu manusia dalam konsep
pendidikan Freire mendapati posisi sebagai subyek aktif. Manusia kemudian
belajar dari raelitas sebagai medium pembelajaran.
d. Aliran Interpelatif
Tokoh aliran ini Bernstein. Menurut aliran ini tugas
pendidikan adalah mengajarkan berbagai peran dalam masyarakat melalui program-program
dalam kurikulum. Sedangkan untuk masa depan pendidikan berfungsi menghilangkan
berbagai bias budaya dan kelas-kelas sosial yang membedakan antar kelompok elit
dan rakyat jelata yang miskin.
e. Aliran Modern
Tokoh aliran ini adalah Derrida, Foucalt, Gramsci.
Bagi mereka fungsi pendidikan masa kini adalah transmisi ilmu pengetahuan dan
teknologi, sedangkan masyarakat masa depan perlu menghargai kebhinekaan dan
keberagaman pendapat. Fungsi pendidikan adalah membina pribadi-pribadi yang
bebas merumuskan pendapat dan menyatakan pendapatnya sendiri dalam berbagai
perspektif. Individu yang diinginkan adalah individu yang kreatif dan berfikir
bebas termasuk berfikir produktif.
2.4
Pengaruh Aliran Klasik Terhadap Pemikiran dan Praktek Pendidikan di Indonesia
Aliran-aliran
pendidikan yang klasik mulai dikenal di Indonesia melalui upaya-upaya
pendidikan, utamanya persekolahan, dari penguasa penjajah Belanda dan disusul
kemudian oleh orang-orang Indonesia yang belajar di negeri Belanda pada masa
penjajahan. Seperti telah dikemukakan, tumbuh kembang manusia dipengaruhi oleh
berbagai faktor, yakni hereditas, lingkungan, proses perkembangan itu sendiri,
dan anugerah. Faktor terkhir itu merupakan pencerminan pengakuan atas adanya
kekuasaan yang ikut menentukan nasib manusia.
Khusus dalam latar
persekolahan, kini terdapat sejumlah pendapat yang lebih menginginkan agar
sejumlah peserta didik lebih ditempatkan pada posisi yang seharusnya, yakni
sebagai manusia yang dapat dididik dan juga dapat mendidik dirinya sendiri.
Hubungan pendidik dan peserta didik seyogyanya adalah hubungan yang setara
antara dua pribadi, meskipun yang satu lebih berkembang dari yang lain.
Hubungan tersebut sesuai dengan asas “ing ngarsa sung tulada”, “ing madya
mangun karsa”, dan “asas tut wuri handayani”, serta pendekatan cara belajar
siswa aktif (CBSA) dalam kegiatan belajar. Dengan demikian, cita-cita
pendidikan seumur hidup dapat diwujudkan melalui belajar seumur hidup.
2.5
Gerakan Baru Pendidikan dan Pengaruhnya Terhadap Pelaksanaan Pedidikan di
Indonesia
Gerakan-gerakan baru
dalam pendidikan pada umumnya adalah upaya peningkatan mutu pendidikan hanya
dalam satu atau beberapa komponen saja dimana antar komponen saling
mempengaruhi. Beberapa dari gerakan-gerakan baru tersebut memusatkan diri pada
perbaikan dan peningkatan kualitas kegiatan belajar mengajar pada sistem
persekolahan, seperti pengajaran alam sekitar, pengajaran pusat perhatian, sekolah
kerja, pengajaran proyek, dan sebagainya.
a. Pengajaran
Alam Sekitar
Gerakan
pendidikan yang mendekatkan anak dengan sekitarnya adalah gerakan pengajaran
alam sekitar, perintis gerakan ini antara lain: Fr. A. Finger (1808-1888) di
Jerman dengan heimatkunde (pengajaran alam sekitar), dan J. Lightart
(1859-1916) di belanda dengan Het Volle Leven (kehidupan senyatanya). Beberapa
prinsip pergerakan hemaitkunde adalah:
1) Dengan
pengajaran alam sekitar itu guru dapat memperagakan secara langsung.
2) Pengajaran
alam sekitar memberikan kesempatan yang sebanyak-banyaknya agar anak aktif atau
giat tidak hanya duduk, dengar, atau catat saja.
3) Pengajaran
alam sekitar memungkinkan untuk memberikan pengajaran totalitas.
4) Pengajaran
alam sekitar memberi kepada anak bahan apersepsi intelektual yang kukuh dan
tidak verbalistis. Yang dimaksud dengan apersepsi intelektual adalah segala
sesuatu yang baru masuk di dalam intelek anak.
5) Pengajaran
alam sekitar memberikan apersepsi emosional, karena alam sekitar mempunyai
ikatan emosional dengan anak.
Sedangkan J. Lightart mengemukakan
pegangan dalam Het Volle Leven sebagai berikut:
1) Anak
harus mengetahui barangnya terlebih dahulu sebelum mendengar namanya, tidak
kebalikannya, sebab kata itu hanya suatu tanda dari pengertian tentang barang
itu.
2) Pengajaran
sesungguhnya harus mendasarkan pada pengajaran selanjutnya atau mata pengajaran
yang lain harus dipusatkan atas pengajaran itu.
3) Haruslah
diadakan perjalanan memasuki hidup senyatanya kesemua jurusan, agar murid faham
akan hubungan antara bermacam-macam lapangan dalam hidupnya (pengajaran alam
sekitar). Dengan memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar, anak akan
lebih menghargai, mencintai, dan melestarikan lingkungannya.
b. Pengajaran Pusat Perhatian
Pengajaran pusat perhatian dirintis oleh Ovideminat
(1871-1932) dengan pengajaran melalui pusat-pusat minat (centres d’interet),
disamping pendapatnya tentang pengajaran global. Pendidikan menurut Decroly
berdasar pada semboyan :Ecole pour la vie, par la vie (sekolah untuk hidup dan
oleh hidup). Anak harus didik untuk dapat hidup dalam masyarakat dan
dipersiapkan dalam masyarakat, anak harus diarahkan kepada pembentukan individu
dan anggota masyarakat. Dari penelitian secara tekun, Decroly menyumbangkan dua
pendapat yang sangat berguna bagi pendidikan dan pengajaran, yang merupakan dua
hal yang khas dari Declory, yaitu:
1) Metode
global (keseluruhan). Hal ini berdasar atas prinsip psikologi Gestalt. Methode
ini bersifat video visual sebab arti sesuatu kata yang diajarkan itu selalu di
asosiasikan dengan tanda atau tulisan, atau suatu gambar yang dapat dilihat.
2) Centre
d’ interet (pusat-pusat minat). Pengajaran harus disesuaikan dengan minat-minat
spontan masing-masing anak. Anak mempunyai minat-minat spontan terhadap diri
sendiri dan minat tersebut dapat dibedakan menjadi:
(a) Dorongan
mempertahankan diri
(b) Dorongan
mencari makan dan minum
(c) Dorongan
memelihara diri
Sedangkan
minat terhadap masyarakat (biososial) adalah:
(a) Dorongan
sibuk bermain-main
(b) Dorongan
meniru orang lain
Pendidikan dan pengajaran harus selalu dihubungkan
dengan pusat-pusat minat tersebut. Pemusatan perhatian dalam pengajaran
biasanya dilakukan bukan hanya pada pembukaan pengajaran, tetapi juga pada
setiap kali akan membahas sub topik baru.
c. Sekolah Kerja
J.A Comenius menekankan agar pendidiakn
mengembangkan fikiran, ingatan, bahasa, dan tangan (keterampilan,
kerja tangan). Perlu dikemukakan bahwa sekolah kerja itu bertolak
dari pandangan bahwa pendidikan tidak hanya kepentingan bagi individu tetapi
juga demi kepentingan masyarakat.
Menurut
G. Kerschensteiner tujuan sekolah adalah:
1)
Menambah pengetahuan anak, yaitu
pengetahuan yang didapat dari buku atau orang lain, dan yang didapat dari
pengalaman sendiri.
2)
Agar anak dapat memiliki kemampuan dan
kemahiran tertentu.
3)
Agar anak dapat memiliki pekerjaan
sebagai persiapan jabatan dalam mengabdi negara.
Kerschensteiner berpendapat bahwa kewajiban sekolah
adalah mempersiapkan anak-anak untuk dapat bekerja. Oleh karena itu, sekolah
kerja dibagi menjadi tiga golongan besar:
1)
Sekolah-sekolah perindustrian (tukang
cukur, tukang cetak, tukang kayu, tukang daging, masinis, dan lain-lain).
2)
Sekolah-sekolah perdagangan (makanan,
pakaian, bank, asuransi, pemegang buku, porselin, pisau, dan gunting dari besi,
dan lain-lain).
3)
Sekolah-sekolah rumah tangga, bertujuan
mendidik para calon ibu yang diharapkan akan mengahsilkan warga negara yang
baik.
Pengikut
Kerschensteiner antara lain ialah Leo De Paeuw. Leo membuka lima macam sekolah
kerja yaitu:
(1) Sekolah
teknik kerajinan,
(2) Sekolah
pertanian bagi anak laki-laki,
(3) Sekolah
dagang,
(4) Sekolah
rumah tangga kota,
(5) Sekolah
rumah tangga desa.
Gagasan
sekolah kerja sangat mendorong berkembangnya sekolah kejuruan di setiap negara,
termasuk di indonesia.
d. Pengajaran Proyek
Dasar filosifis dan pedagogis dari
pengajaran-pengajaran proyek diletakkan oleh John Dewey (1859-1952). Dewey
menegaskan bahwa sekolah haruslah sebagai mikrokosmos dari masyarakat, oleh
karena itu pendidikan adalah suatu proses kehidupan itu sendiri dan bukannya
penyiapan untuk kehidupan di masa depan.
Dalam pengajaran proyek anak bebas menetukan
pilihannya (terhadap pekerjaan), merancang, serta memimpinnya. Yang perlu
ditekankan bahwa pengajaran proyek akan menumbuhkan kemampuan untuk memandang
dan memecahkan persoalan secara komperehensif. Dengan kata lain, menumbuhkan
kemampuan pemecahan masalah secara multidisiplin.
Gerakan-gerakan baru
tidak diadopsi seutuhnya di suatu masyarakat atau negara tertentu, namun asas
pokoknya menjiwai kebijakan-kebijakan pendidikan dalam masyarakat atau negara
tersebut. Kajian tentang pemikiran-pemikiran pendidikan pada masa lalu akan
sangat bermanfaat untuk memperluas pemahaman tentang seluk-beluk
pendidikan, serta memupuk wawasan hitoris dari setiap tenaga kependidikan.
2.6
Dua “Aliran” Pokok Pendidikan Di Indonesia
Dua aliran pokok
pendidikan di indonesia itu dimaksudkan adalah perguruan kebangsaan Taman Siswa
dan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam. Perlu dikemukakan bahwa prakarsa dan upaya
di bidang pendidikan tidak terbatas hanya oleh Taman Siswa dan INS itu saja.
Salah satu yang kini mempunyai sekolah yang tersebar di seluruh pelosok tanah
air, sebagai contoh adalah muhammadiyah .sedangkan yang bercorak kebangsaan
adalah perguruan kebangsaan Taman Siswa , Ruang Pendidik INS Kayu Tanam,
Kesatrian Institut, Perguruan Rakyat, dan sebagainya. Setelah kemerdekaan,
telah diupayakan mengembangkan suatu sistem pendidikan
nasional sesuai ketetapan ayat 2 pasal 31 dari uud 1945. Oleh karena
itu, kajian terhadap dua aliran pokok tersebut (Taman Siswa dan INS) seyogyanya
dalam latar sisdiknas tersebut.
1. Perguruan Kebangsaan Taman
Siswa
Perguruan Kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Ki
Hadjar Dewantara, yakni dalam bentuk yayasan, selanjutnya mulai didirikan Taman
Indria (Taman Kanak-Kanak) dan Kursus Guru, selanjutnya Taman Muda (SD),
Disusul Taman Dewasa merangkap Taman Guru.
a. Asas
dan Tujuan Taman Siswa
Terdapat
tujuh asas dalam Perguruan Kebangsaan Taman Siswa yang di sebut “asas 1992”
adalah sebagai berikut:
a. Setiap
orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan mengingat terbitnya
persatuan dalam peri kehidupan umum. Dari asas yang pertama ini jelas bahwa
tujuan yang hendak dicapai oleh Taman Siswa adalah kehidupan yang tertib dan
damai (tata dan tentram, Orde on Vrede). Dari asas ini pulalah lahir “sistem
among”, dalam cara mengajar guru memperoleh sebutan “pamong” yaitu sebagai
pemimpin yang berdiri dibelakang dengan bersemboyan “Tut Wuri Handayani”, yaitu
tetap mempengaruhi dengan memberi kesempatan kepada anak didik untuk berjalan
sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri, diperintah atau dipaksa.
b. Pengajaran
harus memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam arti lahir dan bathin dapat
memerdekakan diri. Siswa jangan selalu dicekoki atau disuruh menerima buah
fikiran saja, melainkan para siswa hendaknya dibiasakan mencari/menemukan
sendiri berbagai nilai pengetahuan dan keterampilan dengan menggunakan fikiran
dan kemampuannya sendiri.
c. Pengajaran
harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
d. Pengajaran
harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
e. Untuk
mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuhnya lahir maupun bathin hendaknya
diusahakan dengan kekuatan sendiri, dan menolak bantuan apapun dan dari
siapapun yang mengikat, baik ikatan lahir maupun bathin.
f.
Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan
kekuatan sendiri maka mutlak harus membelanjai sendiri segala usaha yang
dilakukan. Dari asas ini tersirat keharusan untuk hidup sederhana dan hemat.
g. Bahwa
dalam mendidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan bathin
untuk mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan
anak-anak. Asas ini disebut sebagai “asas berhamba kepada anak didik” dan di
kenal dengan istilah “pamong” atau istilah sekarang pahlawan tanpa tanda jasa.
Ketujuh asas diatas diumumkan pada tanggal 3 juli
1922, bertepatan dengan berdirinya Taman Siswa, dan disahkan oleh Kongres Taman
Siswa yang pertama di Yogyakarta pada tanggal 7 Agustus 1930.
Ada beberapa macam wawasan kependidikan sebagai
berikut:
Pasal pertama: Disini terkandung dasar kemerdekaan
bagi tiap-tiap orang untuk mengatur dirinya sendiri. Tujuan daripada hidup
merdeka tadi, yaitu hidup tertib dan damai. Cara melaksanakan tertib harus
disesuaikan dengan keadaan masing-masing anak bukan dengan sebuah kekerasan.
Ketertiban yang dicapai dengan cara kekerasan atau dengan kata-kata yang kasar
demikian mengakibatkan tertib namun menimbulkan kegelisahan atau menjauhkan
ketentraman.
Pasal dua: Kemerdekaan hendaknya
dikenakan terhadap caranya anak-anak berfikir, yaitu jangan selalu dipelopori,
atau disuruh mengakui buah fikiran orang lain, akan tetapi biasakanlah
anak-anak mencari sendiri segala pengetahuan dengan menggunakan pikirannya
sendiri.
Pasal tiga: dalam pasal ini, singgungan
kepentingan-kepentingan umumnya disebabkan karena bangsa kita selalu
menyesuaikan diri dengan hidup dan penghidupan kebarat-baratan. Hal ini
terdapat pula dalam sistem kependidikan dan pengajaran, yang terlampau
mengutamakan kecerdasan fikiran, hingga menyburkan jiwa intelektualitas dengan
segala akibat-akibatnya.
Pasal empat: Dasar kerakyatan yakni mempertinggi
pengajaran dianggap perlu, namun jangan sampai menghambat tersebarnya
pendidikan dan pengajaran untuk seluruh masyarakat murba.
Pasal kelima: Merupakan asas yang sangat penting
yang sungguh-sungguh berhasrat mengejar kemerdekaan hidup yang sepenunhya.
Janganlah menerima bantuan yang dapat mengikat diri kita, baik berupa ikatan
lahir maupun batin. Pokok dari asas kita adalah berkehendak mengusahakan
kekuatan diri sendiri.
Pasal keenam: Dalam mengejar kemerdekaan, negara
harus mempelajari sendiri dengan segala usaha. Sitem itu mulai dulu dikenal
sebagai zelf-begrontings-systeem.
Pasal ketujuh: Pasal ini menerangkan harus adanya
keikhlasan lahir dan bathin pada diri kita, untuk mengorbankan segala kepentingan
kita kepada keselamatan dan kebahagiaan anak-anak yang kita didik atau berhamba
kepada sang anak dengan segala hasrat dan kesucian.
Dalam perkembang selanjutnya taman siswa melengkapi
“asas 1922” dengan dasar-dasar 1947 yang di sebut dengan Panca Dharma, yakni
sebagai berikut:
1) Asas
kemerdekaan harus diartikan disiplin pada diri sendiri oleh diri sendiri atas
dasar nilai hidup yang tinggi, baik hidup sebagai individu maupun sebagai
anggota masyarakat.
2) Asas
kodrat alam berarti bahwa pada hakikatnya manusia itu sebagai makhluk adalah
satu dengan kodrat alam ini. Ia tidak bisa lepas dari kehendaknya, tetapi akan
mengalami bahagia jika bisa menyatukan diri dengan kodrat alam
3) Asas
kebudayaan Tman Siswa tidak berarti asal memelihara kebudayaan kebangsaan itu ke
arah kemajuan yang sesuai dengan kecerdasan zaman, kemajuan dunia, dan
kepentingan hidup rakyat lahir dan bathi tiap-tiap zaman dan keadaan.
4) Asas
Kebangsaan Taman Siswa tidak boleh bertentangan dengan kemanusiaan, malahan
harus menjadi bentuk dan fiil kemanusiaan yang nyata dan tidak mengandung
permusuhan dan perpecahan.
5) Asas
kemanusiaan menyatakan bahwa dharma tiap-tiap manusia adalah mewujudkan
kemanusiaan.
Tujuan perguruan Kebangsaan Taman Siswa dapat di
bagi dua jenis, yakni tujuan yayasan atau keseluruhan perguruan dan tujuan
pendidikan. Tujuan yang pertama (pasal 8) adalah sebagai berikut:
1)
sebagai badan perjuangan kebudayaan dan
pembangunan masyarakat yang tertib dan damai.
2)
membangun anak didik menjadi manusia
yang merdeka lahir dan batin, luhur akal budinya, serta sehat jasmaninya untuk
menjadi anggota masyrakat yang berguna dan bertanggung jawab atas keserasian
bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya.
b. Upaya-Upaya
Pendidikan yang Dilakukan Taman Siswa
Beberapa usaha yang dilakukan oleh Taman Siswa
adalah menyiapkan peserta didik yang cerdas dan memiliki kecakapan hidup. Dalam
ruang lingkup eksternal Taman Siswa membentuk pusat-pusat kegiatan
kemasyarakatan.
c. Hasil-Hasil
yang Dicapai
Taman Siswa telah berhasil mengemukakan tentang
pendidikan nasional, lembaga-lembaga pendidikan dari Taman Indria sampai
Sarjana Wiyata. Taman siswa pun telah melahirkan alumni-alumni besar di
Indonesia.
2. Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Ruang
Pendidik INS (Indonesia Nederlandsche School) didirikan oleh Mohammad Sjafei
pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Tanam (Sumatera Barat).
a.
Asas dan Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Pada
awal didirikan, Ruang Pendidik INS mempunyai asas-asas sebagai berikut
1) Berpikir
logis dan rasional
2) Keaktifan
atau kegiatan
3) Pendidikan
masyarakat
4) Memperhatikan
pembawaan anak
5) Menentang
intelektualisme
Dasar-dasar tersebut kemudian disempurnakan dan
mencakup berbagai hal, seperti: syarat-syarat pendidikan yang efektif, tujuan
yang ingin dicapai, dan sebagainya.
Tujuan
Ruang Pendidik INS Kayu Tanam adalah :
1) Mendidik
rakyat ke arah kemerdekaan
2) Memberi
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
3) Mendidik
para pemuda agar berguna untuk masyarakat
4) Menanamkan
kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung jawab.
5) Mengusahakan
mandiri dalam pembiayaan.
b.
Usaha-Usaha Ruang Pendidik INS kayu Tanam
Beberapa usaha yang dilakukan oleh Ruang Pendidik
INS Kayu Tanam antara lain menyelenggarakan berbagai jenjang pendidikan,
menyiapkan tenaga guru atau pendidik, dan penerbitan majalah anak-anak Sendi,
serta mencetnak buku-buku pelajaran.
c. Hasil-hasil
yang dicapai ruang pendidik INS Kayu Tanam
Ruang Pendidik INS Kayu Tanam mengupayakan gagasan-gagasan
tentang pendidikan nasional (utamanya pendidikan keterampilan/kerajinan),
beberapa ruang pendidikan (jenjang persekolah), dan sejumlah alumni.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Aliran-aliran
pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena
setiap kelompok manusia selalu dihadapkan
dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan yang lebih
baik dari orangtuanya. Kajian tentang berbagai aliran dan/atau gerakan
pendidikan itu akan memberi pengetahuan dan wawasan historis kepada tenaga
kependidikan. Hal itu sangat penting, agar para pendidik dapat memahami, dan pada
gilirannya kelak dapat memberi kontribusi terhadap dinamika pendidikan itu.
Dari pemaparan dalam pembahasan makalah dapat
di simpulkan bahwa terdapat beberapa pendapat dari aliran-aliran klasik di
antaranya, aliran nativisme, naturalisme, empirisme, dan konvergensi, dan juga
terdapat aliran baru diantaranya, aliran fungsionaris, aliran kulturalisme,
aliran kritikal, aliran interpelatif, dan aliran modern. Aliran yang sampai
sekarang masih di anut oleh masyarakat adalah aliran konvergensi, karena merupakan
aliran yang menggabungkan antara aliran nativisme dan empirisme dan juga
merupakan aliran yang sempurna.
Sedangkan masyarakat Indonesia mayoritas juga menganut aliran
konvergensi.
Pengaruh aliran klasik
terhadap pemikiran dan praktek pendidikan di indonesia adalah hadirnya
pemikiran bahwa pendidikan itu dilaksanakan seumur hidup tanpa ada batasan
waktu dan munculnya pendekatan cara belajar siswa aktif (CBSA) dalam kegiatan
belajar. Sedangkan pengaruh aliran baru pendidikan terhadap pelaksanaan pedidikan
di Indonesia adalah terdapatnya perbaikan dan peningkatan kualitas kegiatan
belajar mengajar pada sistem persekolahan, seperti pengajaran alam sekitar,
pengajaran pusat perhatian,sekolah kerja, pengajaran proyek, dan sebagainya
Di dalam proses belajar pembelajaran,
guru harus memilih teori yang sesuai dengan karakter siswanya agar kesuksesan
dapat tercapai dengan baik. dengan begitu antar guru dan siswa akan terbentuk
suatu hubungan yang aktif dan interaktif.
DAFTAR
PUSTAKA
Bela,
Aisyah. 2012. Aliran-Aliran Pendidikan,
(Online), (http://tugaskuliah04.blogspot.com/2012/12/aliran-aliran-pendidikan-pengantar.html),
diakses 18 Januari 2014.
Faisa,
Dian Mbunya. -. Aliran-aliran Pendidikan,
(Online), (http://www.academia.edu/3076170/Aliran-aliran_teori_pendidikan), diakses 18
Januari 2014.
Ivan.
2011. Konsep, Fungsi, Tujuan, dan Aliran-Aliran
Pendidikan, (Online), (http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/03/konsep-fungsi-tujuan-dan-aliran-aliran.html), diakses 16
Januari 2014.
Tirtarahardja,
Umar. 2008. Pengantar Pendidikan.
Jakarta:PT RINEKA CIPTA.
Wahyuni,
Sri. 2008. Aliran-Aliran Pendidikan,
(Online), (http://wahyuniunindrabio2a.blogspot.com/2008/06/aliran-aliran-pendidikan-esensialisme.html), diakses 16
Jauari 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar