BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap bangsa
yang berdiri kokoh dan kuat perlu mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan
yang ingin dicapai. Oleh sebab itu perlu juga bangsa itu memiliki pandangan
hidup. Dengan pandangan hidup inilah suatu bangsa akan memandang
persoalan-persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta cara bagaimana
bangsa itu memecahkan persoalan-persoalannya. Tanpa memiliki pandangan hidup
maka suatu bangsa akan merasa terus terombang-ambing dalam menghadapi
persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa
di dunia. Dengan pandangan hidup yang jelas, suatu bangsa akan memiliki
pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah politik, ekonomi,
sosial dan budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang akan maju. Dengan
berpedoman pada pandangan hidup itu pula suatu bangsa akan membangun dirinya.
Dalam pandangan hidup ini terkandung konsep dasar dan mengenai kehidupan yang
dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran dan gagasan suatu bangsa
mengenai wujud kehidupan yang baik (Ign Gatut Saksono,2007: 33) Dipoyudo
(1979:30) menjelaskan “Negara pancasila adalah negara yang didirikan,
dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan
martabat dan hak-hak asasi semua warga bangsa Indonesia agar masing-masing
dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan
kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, memajukan kesejahteraan umum dan
mecerdaskan bangsa”. Pancasila bagi kita merupakan pandangan hidup, kesadaran
dan cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah berurat-akar di
dalam kebudayaan bangsa indonesia. Ialah suatu kebudayaan yang mengajarkan
bahwa hidup manusia akan mencapai kebahagiaan jika dapat dikembangkan
keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai manusia, maupun
di dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rokhaniah (Khansil, 1986,
hlm. 80-81). Pancasila disepakati sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Namun tak sebatas itu, termasuk juga sebagai nilai budaya yang menjiwai setiap
gerak langkah rakyatnya. Hal ini diartikan bahwa kualitas akan produk hukum dan
budaya ditentukan oleh seberapa jauh bangsa Indonesia mampu memaknai atau
memahami sumber dasarnya sendiri. Akan tetapi yang menjadi permasalahan saat
ini adalah semakin lama pemahaman terhadap nilai-nilai pancasila justru semakin
memudar. Pengaruh masuknya budaya asing ditengah kehidupan masyarakat yang
selalu diikuti adanya penyaringan kaidah merupakan penyebab semakin terkikisnya
rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Adapun pendapat yang menyatakan “untuk
meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap nilai-nilai pancasila pertama kali
perlu dibangun adanya rasa memiliki terhadap nilai-nilai pancasila” (sumaryati,
2005:115).
Pancasila itu
menggambarkan Indonesia, Indonesia yang penuh dengan nuansa plural yang secara
otomatis menggambarkan bagaimana multikulturalnya bangsa kita. Ideologi
Pancasila hendaknya menjadi satu panduan dalam berbangsa dan bernegara karena
masyarakat kita saat ini cenderung mengabaikan ideologi bangsanya sendiri.
Pancasila akan mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan tetap
menjaga toleransi terhadap adanya perbedaan. Penetapan pancasila sebagai dasar
negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indefferentism)
tetapi dirangkum semuanya dalam satu semboyan khas Indonesia yang dinyatakan
dalam seloka “Bhineka Tunggal Ika”. Pancasila sebagai dasar negara harus
diarahkan pada pembinaan moral sehinnga moralitas pancasila dapat dijadikan
sebagai dasar dan arah dalam upaya mengatasi krisis dan disintergrasi.
Namun
disisi lain, pancasila juga dipandang sebagai ideologi yang sangat baik. Hal
ini membuktikan bahwa pancasila adalah ideologi yang universal dan mampu
dijadikan sebagai penopang hidup suatu bangsa. Namun sekali lagi, adanya
globalisasi membuat ideologi pancasila mulai memudar dan nilai-nilainya pun
tergerus arus globalisasi.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Apa perngertian pancasila sebagai ideologi?
2.
Bagaimana pengertian globalisasi?
3.
Apa saja dampak globalisasi bagi
kehidupan bermasyarakat dan bernegara?
4.
Bagaimana sebaiknya sikap
Indonesia dalam menghadapi pengaruh globalisasi?
5.
Bagaimana pancasila di mata dunia?
6.
Bagaimana peran ideologi pancasila dalam globalisasi?
1.3. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui kedudukan pancasila sebagai
ideologi bangsa.
2.
Untuk mengetahui globalisasi secara umum.
3.
Untuk mengetahui dampak globalisasi bagi
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
4.
Untuk mengetahui sikap yang tepat dalam
menghadapi pengaruh globalisai.
5.
Untuk mengatahui pancasila di mata dunia.
6.
Untuk mengetahui peran ideologi pancasila dalam
globalisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pancasila sebagai ideologi
1. Pengertian ideologi
Istilah ideologi berasal dari kata ‘idea’ berarti gagasan,
konsep, pengertian dasar, cita-cita dan ‘logos’ berarti ilmu. Kata idea sendiri
berasal dari bahasa yunani ‘eidos’ yang artinya bentuk. Selanjutnya ada kata
‘idein’ yang artinya melihat. Dengan demikian secara harfiah ideologi berarti
ilmu pengertian-pengertian dasar, cita-cita yang bersifat tetap yang harus
dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar,
pandangan atau faham.
Berbagai pengertian ideologi telah dipaparkan oleh beberapa
pakar seperti, Anthony Downs, Poespowardojo, Thompson, Horton dan Hunt, Newman,
Mubyarto, Tjokroamidjojo. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa ideologi adalah suatu pandangan atau sisitem nilai yang menyeluruh dan
mendalam tentang cara yang terbaik, yaitu secara moral dianggap benar dan adil
serta mengatur tingkah laku bersama dalam berbagai segi kehidupan.
2. Karakteristik ideologi
Hidayat (2001); Kaelan (2005), menyatakan ideologi sebagai
pandangan masyarakat memiliki karakteristik:
a.
Ideologi sering
muncul dan berkembang dalam situasi kritis
b.
Ideologi memiliki
jangkauan yang luas, beragam, dan terprogram
c.
Ideologi mencakup
beberapa strata pemikiran dan panutan
d.
Ideologi memiliki
pola pemikiran yang sistematis
e.
Ideologi cenderung
eksklusif, absolute dan universal
f.
Ideologi memiliki
sifat empiris dan normative
g.
Ideologi dapat
dioperasionalkan dan didokumentasikan konseptualisasinya
h.
Ideologi biasanya
terjadi dalam gerakan-gerakan politik
3.
Fungsi ideologi
Fungsi ideologi bagi manusia menurut Hidayat (2001) adalah:
(a) sebagai pedoman bagi individu, masyarakat, atau bangsa untuk berpikir,
melangkah dan bertindak; (b) sebagai kekuatan yang mampu memberi semangat dan
motivasi individu, masyarakat dan bangsa untuk mencapai tujuan, dan (c) sebagai
upaya menghadapi berbagai persoalan masyarakat dan bangsa di segala aspek
kehidupan.
Sedangkan fungsi ideologi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara menurut Cahyono dan Al Hakim (1982), adalah (a) sebagai sarana untuk
memformulasikan dan mengisi kehidupan manusia secara individual; (b) membantu
manusia dalam upaya untuk melibatkan diri di berbagai sector kehidupan
masyarakat; (c) memberikan wawasan umum mengenai eksistensi manusia, masyarakat,
dan berbagai institusi yang ada di dalam masyarakat; (d) melengkapi struktur
kognitif manusia; (e) menyajikan suatu formulasi yang berisi panduan untuk
mengarahkan berbagai pertimbangan dan tindakan manusia baik sebagai individu
maupun sebagai anggota masyarakat; (f) sebagai sarana untuk mengendalikan
konflik (fungsi integratif); (g) sebagai lensa dan cermin bagi individu untuk
melihat dunia dan dirinya, serta sebgai jendela agar orang lain bisa melihat
dirinya; (h) sebagai kekuatan dinamis dalam kehidupan individu ataupun
kolektif, memberikan bekal wawasan mengenai misi dan tujuan, dan sekaligus
mampu menghasilkan komitmen untuk bertindak.
Dan menurut Poespowardojo (1992), ideologi memiliki fungsi :
(a) struktur kognitif Ialah keseluruhan pengetahuan yang merupakan landasan
untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alam
sekitarnya; (b) orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna
serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia; (c) norma yang menjadi
pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak; (d) bekal
dan jalan bagi seseorang untuk mnentukan identitasnya; (e) kekuatan yang mampu
menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai
tujuan; (f) pendidikan untuk orang atau masyarakat untuk memahami, menghayati
serta mempolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang
terkandung di dalamnya.
4.
Kedudukan pancasila
dan fungsi pancasila dalam kehidupan NKRI
Pancsila memiliki dua kedudukan utama yaitu sebagai dasar
Negara dan sebagai pandangan hidup bangsa. Sebagai dasar Negara, pancasila
dijadikan sebagi dasaratau landasan dalam mendirikan bangunan NKRI. Perwujudan
pancasila sebagai dasar Negara, ditampakkan dalam hokum nasional, dimana
pancasila harus menjadi sumber dari segala sumber hokum yang ada di Indonesia.
Sedangkan sebagai pandangan hidup bangsa (way of life), pancasila
memberikan tuntunan pada seluruh bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.
Selain memiliki dua kedudukan tersebut,
pancasila memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:
a.
Sebagai kepribadian bangsa Indonesia
b.
Pancasila sebagai jiwa dan moral bangsa Indonesia
c.
Pancasila sebagai perjanjian luhur
d.
Sebagai falsafah yang mempersatukan bangsa Indonesia
e.
Sebagai ideologi Negara dan bangsa Indonesia
Pancasila sebagai
kepribadian bangsa merupakan “label psikologis” suatu bangsa yang tercermin
dalam bentuk aktivitas dan pola tingkah lakunya yang dapat dikenali oleh
seluruh bangsa sendiri dan bangsa-bangsa lain. Sebagai warga Negara yang baik
sepatutnya untuk mengamalkan pancasila dengan baik dan benara sesuai dengan
hati nurani tanpa ada motif lain dari luar.
Sebagai moral, jiwa
dan kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila adalah sumber motivasi inspirasi,
pedoman berperilaku sekaligus untuk pembenarannya.Itulah sebabnya, dalam
konstek sosial budaya bangsa Indonesia, Pancasila adalah “Inti Kebudayaan
Nasional Indonesia” (Dipoyudo, 1979). Bentuk-bentuk kebudayaan sebagai
pengejawantahan pribadi manusia Indonesia, harus mencerminkan nilai-nilai
pancasila.
5.
Pancasila sebagai
Ideologi Negara
Pancasila sebagai ideologi
nasional, memiliki kekuatan mengikat dan berlaku bagi segenap bangsa Indonesia
dan kekuatan sosial-politik yang ada di NKRI. Pancasila sebagai filsafat Negara,
filsafat bangsa, ideologi nasional mengatasi faham perseorangan, golongan, suku
bangsa, keyakinan agama. Ideologi nasional pancasila merupakan ideologi NKRI
dan sekalogus merupakan ideologi bangsa Indonesia.
Dardji Darmodihardjo
(1986), mengatakan bahwa tujuan pancasila sebagai ideologi adalah : (a)
memperkuat kepribadian bangsa Indonesia agar terhindar dari ancaman dan
gangguan kepribadian dan ideologi lain. (b) mengembangkan demokrasi berdasarkan
pada pancasila, persatuan dan kesatuan bangsa (c) memantapkan pengembangan dan
penerusan jiwa, semangat dan nilai-nilai 1945 kepada generasi muda (d)
memantapkan ketahanan nasional (e) menungkatkan kemampuan dalam mewujudkan
kesejahteraan nasional.
Secara demikian,
makna pancasila sebagai ideologi bangsa adalah sebagia keseluruhan pandangan,
cita-cita, keyakinan dan nilai-nilai bangsa Indonesia yang secara normative
perlu diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
6.
Pancasila sebagai
Ideologi Terbuka
Perbedaan antara ideologi
terbuka dan ideologi tertutup adalah sebagai berikut :
IDEOLOGI TERBUKA
|
IDEOLOGI TERTUTUP
|
·
Nilai dan
cita-citanya tidak di paksakan dari luar
·
Nilai-nilai dan
cita-cita di gali dari kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat sendiri
·
Hasil musyawarah
dan konsesus masyarakat
·
Milik seluruh
rakyat oleh karena itu sekaligus sebagai kepribadian masyarakat
·
Isinya tidak
operasional menjadi operasional bila diwujudkan dalam konstitusi
·
Bersifat dinamis
dan reformis
|
·
Bukan merupakan
cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat
· Merupakan cita-cita
satu kelompok orang yang mendasari suatu program untuk merubah dan membaharui
masyarakat
· Dibenarkan atas
nama ideologi masyarakat harus berkorban
· Kepercayaan dan
kesetiaan ideologis yang kaku
· Bukan berupa
nilai-nilai dan cita-cita
· Terdiri atas
tuntutan konkrit dan operasional yang di ajukan secara mutlak
·
Adanya ketaatan
yang mutlak, bahkan kadang dengan menggunakan kekuatan dan kekuasaan
|
Nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila sebagai ideologi terbuka adalah (a) nilai dasar,
yaitu hakekat kelima sila pancasila. Oleh karena itu pembukaan UUD 1945
merupakan suatu norma dasar yang merupakan tertib hokum tertinggi, sebagai
sumber hokum positif dan memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah Negara yang
fundamental. (b) nilai instrumental, yang merupakan arahan, kebijakan,
strategi, sasaran serta lembaga pelaksanaannya. Nilai instrumental ini
merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai0nilai dasar ideologi pancasila.
(c) nilai praktis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam
suatu realisasi pengalaman yang bersifat nyata, dalam kehidupan sehari-hari
dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara
Sebagai ideologi
terbuka secara structural pancasila memiliki dimensi idealistis, nomatif dan
realistis. (a) Dimensi idealistis, dalam ideologi pancasila adalah nilai-nilai
dasar yang terkandung dalam pancasila. (b) Dimensi normatif adalah nilai-nilai
yang terkandung dalam pancasila yaitu system norma-norma kenegaraan yang lebih
operasional. (c) Dimensi realistis, yaitu suatu ideologi harus mampu
mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
7. Kaji Banding
Kepibadian Bangsa Indonesia dan Bangsa Lain
Hal lain yang perlu
dicermati pada nilai bangsa lain adalah perlunya kesadaran bahwa kehidupan itu
sifatnya utuh, tidak terpecah-pecah. Dibawah ini disajikan beberapa nilai yang
dapat dikategorikan positif untuk kehidupan manusia dan kemanusaiaan dari
bangsa barat, yang dibandingkan dengan niai dari bangsa Indonesia
Kepribadian
Indonesia
|
Keoribadian Barat
|
||
·
kehidupan kolektif
·
gotong-royong
· mementingkan
diskusi tentang kebatinan, dan mementingkan mistik
· orang Indonesia
memang tidak suka berusaha dengan sengaja, dengan gigih dan tekun , agar
dapat mencapai suatu tujuan material, tetapi bukan berarti mereka tidak
mementingkan materi
· adat sopan-santun
dalam kebudayaan-kebudayaan di Indonesia pada umumnya memang menyaratkan sifa
ramah
· dalam kebudayaan
Asia pada umunya, khususnya pada Indonesia pada sifat individualisme memang
kecil sekali
· memiliki dan
kreatifitas (ukil) yang tinggi
·
supel
|
·
Berpikir logis,
rasional
·
Berpikir dan bertindak
sistematis
· Hubungan antara
manusia berdasarkan azas-guna
·
Individualisme
· Orang Amerika bersikap
secara spontan dan tidak hanya secara lahiriah saja
· adat sopan santun
Jepang
· adat sopan santun
dari berbagai kebudayaan Cina dan India malahan tidak mengutamakan sikap
ramah, tetapi lebih menekan pada prinsip untuk tidak merugikan, tidak
membuat orang malu dan tidak merendahkan orang lain
· sangat menghargai
dan menghormati hak azasi manusia
· mengagungkan nilai
kemanusiaan
·
mengagungkan
kebebasan
|
||
8. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Nasional
Pembngunan nasional
harus berlandaskan kepada ideologi bangsa, oleh karena itu harus berdasarkan
pada nila-nilai yang terkandung pada Pancasila. Jadi, Pancasial harus dijadikan
sebagai kerangka berpikir yang sistematis dalam menajalan kinerja pembangunan
nasional oleh seluruh aktor pembangunan nasional mulai daerah sampai pusat.
Pembangunan nasional terhambat kemungkinan dikarenakan oleh adanya kesalahan
dalam memahami, menafsirkan, dan melaksanakan Pancasila dengan cara dilepaskan,
dan nilai-nilai yang tercantum dalam pemukaan yang justru bertentangan pada
Pancasila itu sendiri.
9. Pancasila dan Pengembangan Iptek
Kultural dalam arti bahwa warga masyarakat pengembang ilmu pengetahuan hendaknya
memiliki sifat akademis, menjadikan dirinya sebagai musafir yangg menjelajah
gurun ilmu pengetahuan yang tinggi. Kebenaran ilmiah adalah sesuatu yang
relatif dan tentatif, sepanjang paradigma yang mendukungnya masih berfungsi dan
mampu menjawab persoalan-persoalan yang sedang dihadapi saat itu.
Pancasila dalam kontek ilmu pengetahuan memberi ruang yang seluas-luasnya untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu meningkatkan kesejahteraan
masyrakat. Posisi pancasila dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknolgi
terletak pada dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspek ontologis,
epistomologis, dan aksioalogis (Wibisono,2001). Dalam hal ini Pancasila
harus dipahami secara benar, karena pada gilirannya nilai-nilai pancasila
dijadikan asumsi-asumsi dasar bagi pemahaman dibidang ontologis, epistomologis
dan aksiologisnya.
2.2. Globalisasi
1. Pengertian Globalisasi.
a.
Globalisasi merupakan istilah populer yang ditemukan oleh
ahli ilmu komunikasi bernama Marshall McLuhhan dalam bukunya “ Understanding
Media”, menurutnya dengan ditemukannya revolusi teknologi informasi maka
dunia akan menjadi sepeti “desa buana”(globa village).
b.
Globalisasi berarti sebagai prosses terjadinya perluasan
skala kehidupan manusia yang multidimensial, dari format yang lokal dan
kemudian nasional, untuk menuju formmat baru yang meliputi seluruh dataran bumi.
c.
Globalisasi merupakan tranformasi sosial budaya dalam
lingkup global, yang mampu mendorong perubahan lembaga, pranata, dan
nilai-nilai sosial buddaya.
d.
Globalisasi memiliki dua pengertian
1. Sebagai definisi , yaitu proses menyatukannya pasar dunia
menjadi satu pasar tunggal (Bordeles Market).
2. Sebagai obat kuat (presciption) menjadikan
ekonomi leebih efisien dan lebih sehat menuju kemajuan masyarakat duni
(Mubyarto).
e. Globalisasi secara gramatikal diartikan
sebagai proses dimana keterkaitan dan ketergantungan antar etentitas telah
sampai pada titik mutlka dimana segala sesuatu masuk keruang lingkup global.
2. Globalisasi
sebagai internasionalisasi
1. globalisasi dipandang sekedar sebuah
kata sifat untk menggambarkan hubungan antar batas dari berbagai Negara.
2. globalisasi sebagai liberalisasi
3. globalisasi sebagai universalisasi
4. globalisasi sebagai westernisasi atau
modernisasi
5. globalisasi sebagai penghapusan batas
batas territorial
3. Mengapa
materi globalisasi perlu dipelajari ?
Terasa atau tidak,
globalisasi selalu melekat dalam kehidupan. Globalisasi bukan hal baru bagi
Indonesia. Sekarang, Indonesia tidak perlu was-was asal berani dan percaya
diri dengan ketegaran dalam menetapkan aturan main “kita” untuk dipakai
sebagai pegangan hubungan-hubungan ekonomi “kita” dengan Negara atau bangsa
lain globalisasi menghadirkan beberapa manfaat sebagai berikut:
a. Meningkatkan kemampuan sumber
daya manusia (SDM) yang produktif.
b. Meningkatkan kerja sama antar bangsa
c. Memacu penyelesaian isu yang ada secara
terbuka
d. Memperkenalkan budaya Indonesia dan
pariwisata nasional kepada bangsa lain
e. Meningkatkan kerjasama dalam pertahanan
dan keamanan
4. Faktor
pendukung globalisasi
Beberapa faktor yang mendukung
globalisasi :
a. Pendukung utama arus globalisasi adalah
Negara-negara mau
b. Faktor ketidaksamaan kepemilikan dalam
sumber daya manusia alam
c. Faktor teknologi transportasi dan
komunikasi yang semakin canggih
d. Tidak kalah pentingnya dalam percaturan
hubungan internasional
2.3. Dampak globalisasi bagi kehidupan bermasyarakat dan
bernegara
Pidato mantan menteri
malaysia mahatir mohammad dalam pembukaan KTT G-15 di Jakarta (Kompas 31 Mei
2011),menyatakan bahwa globalisasi meminggirkan negara-negara berkembang.
Globalisasi memiliki dampak positif dan negatif. Terhadap dampak positif harus
dioptimalkan semaksimal mungkin. Disamping itu perlu diantisipasi dampak negatif
globalisasi agar tidak merugikan.
a. Dampak positif globalisasi bagi
Indonesia
1. Semangat kompetitif
Dampak
globalisasi adalah memacu persaingan. Untuk mengikuti arus globalisasi, suatu
bangsa dituntut mampu bersaing di dunia internasional agar tetap eksis. globalisasi
mendorong untuk mewujudkan kehidupan yang semakin baik sebagaimana telah
dinikmati manusia di negara industri.
2. Kemudahan dan
kenyamanan hidup
Globalisasi
yang seiring dengan kemajuan bidang informasi, komunukasi dan transportasi
telah memberi kemudahan dan kenyamanan hidup masyarakat.
3. Sikap
toleransi dan solidaritas kemanusiaan
Sikap
toleransi dan solidaritas kemanusiaan akan meningkat tidak saja intern bangsa,
namun sudah bersifat universal.
4. Kesadaran
dalam kebersamaan
Sikap
perilaku toleransi serta solidaritas antar bangsa selanjutnya berkembang
menjadi kesadaran dalam kebersamaan untuk mengatasi berbagai masalah.
5. Menumbuhkan
sikap terbuka
Globalisasi
berdampak tumbuhnya sikap terbuka manusia maupun bangsa. Sikap ini untuk
mengenal dan menghormati perbedaan.
6. Globalisasi
memberi tawaran baru
Globalisasi
menawarkan banyak kesempatan yang belum pernah ada sebelumnya.
7. Terbukanya
mobilitas sosial
Kemajuan
transportasi mendorong mobilitas sosial yang semakin terbuka, dimana jarak
tidak jadi permasalahan.
b.
Dampak negatif globalisasi
1. Pergeseran
nilai
2. Pertentangan
nilai
3. Perubahan
gaya hidup (life style )
-
Ekonomi menjadi
panglima
-
Kemajuan pesat di
bidang sains dan teknologi
-
Rasa ketidakamanan
-
Tempo perubahan yang
semakin tinggi
4. Berkurangnya kedaulatan Negara
2.4. Sikap Indonesia dalam Menghadapi Pengaruh Globalisasi
a.
Mengevaluasi pengaruh globalisasi terhadap kehidupan
berbangsa dan bernegara Indonesia. Globalisasi telah mampu mempengaruhi
sendi-sendi kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara:
·
Telekomunikasi: kemajuan teknologi telekomunikasi seperti
penggunaan telegraf dan telepon diakibatkan oleh keinginan masyarakat dunia dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dunia secara keseluruhan.
·
Komunikasi: penggunakan HP, internet, dan satelit yang
memungkinkan orang dapat menghubungi orang lain dengan cepat dan mempercepat
komunikasi serta memudahkan mengakses informasi dan telekomunikasi.
·
Trasportasi: pergantian alat transportasi tradisional
seperti sepeda ontel, dokar, becak dengan transportasi modern seperti bus,
pesawat, kereta api, dll.
·
Makan dan minum: makanan dan minuman dari negara lain yang
juga masuk ke Indonesia menjadi makanan alternatif favorit seperti pizza hut,
spaghetti, burger, dll.
·
Benda-benda Elektronika: elektronika juga sebagai bukti
globalisasi seperti televisi, VCD, komputer, kulkas, radio, rice cooker, dll.
·
Di bidang kerja ekonomi antar negara: globalisasi menuntut
kelompok kerjasama antar negara untuk mencapai efisiensi menuju kesejahteraan
bersama seperti AFTA, APEC, WTO.
b.
Menentukan sikap terhadap pengaruh dan implikasi globalisasi
terhadap bangsa dan negara Indonesia
Fenomena globalisasi
telah melanda dunia dengan jelas. Kondisi globalisasi seperti itu berarti
negara-negara berkembang yang akan memikul beban terberat apabila tidak mampu
mengendalikannya dan untuk mengikuti arus globalisasi suatu negara ditantang
untuk mampu bersaing didunia internasional. Dengan demikian pengendaliannya
harus dilakukan pada pihak yang dikenai pengaruhnya dan pihak yang dikenai
globalisasi harus menjadi daya tangkal yang dapat menghindari diri sendiri dari
pengaruh-pengaruh negatif. Cara mengendalikan dampak negatif globalisasi
sebagai berikut:
·
Pendidikan: dapat ditempuh dengan melalui pendidikan baik
formal, informal maupun nonformal. Dengan ini dapat terwujudnya kepribadian
yang didalamnya terintregrasi norma-norma/nilai-nilai berdasarkan pandangan
hidup berbangsa.
·
Cara Regulatif: pemeritah harus berusaha menjalankan
peranannya secara sungguh-sungguh dan ketat untuk mengatur dengan mengeluarkan
peraturan (regulasi). Pengawasan terhadap tempat hiburan dan menghindari kerjasama
dengan pihak-pihak yang memanfaatkan teknologi canggih untuk merusak generasi
muda.
·
Pengendalian sosial: semua pihak harus melaksanakanya secara
konsekuen, agar tujuanya mencegah pengaruh buruk globalisasi benar-benar
terwujud secara efektif dan efisien.
·
Memperkokoh nilai lokal: globalisasi dapat dihadapi melalui
penguatan nilai-nilai lokal. Bahwa diera globalisasi, nilai dan tradisi lokal
harus tetap dipertahankan. Nilai budaya lokal yang dituduh sebagai penghambat
globalisasi sebenarnya mempenyai kekuatan yang bisa dijadikan dasar/acuan.
·
Permantapan nilai-nilai religius dan agama: untuk menghadapi
dampak negatif globalisasi, maka penguatan nilai-nilai religius/agama merupakan
kekuatan dalam rangka pertahanan menghadapi gempuran dampak buruk globalisasi.
Hal ini menjadi pengendalian pribadi dan keluarga, masyarakat dan bangsa.
·
Pemantapan identitas nasional, integrasi nasional dan
wawasan kebangsaan: pemantapan identitas nasional, integrasi nasional dan
wawasan kebangsaan dengan tujuan agar loyalitas ganda sebagai warga bangsa dan
warga dunia terwujud secara proposional.
2.5. Pancasila Dimata Dunia
Pancasila
kembali menjadi buah bibir di Indonesia, bahkan menyita ruang dan waktu di
multimemedia massa, setelah peringatan hari lahirnya pada 1 Juni 2011. Prof DR
Sri Edi Swasono pun berpendapat bahwa sekarang orang ramai-ramai adu pamer perlunya
menegakkan Pancasila.
Sri Edi Swasono
mengutip kembali pendapat mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era Presiden
Soeharto, Daoed Joesoef, yang pada 2008 mengingatkan agar jangan menyesal kalau
Pancasila diambil negara tetangga. Juga penegasan mantan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan lainnya di era Presiden Soeharto, Prof DR Dipl Ing Wardiman
Djojonegoro, tentang bermanfaatnya penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4) bagi mahasiswa baru sebagai tuntunan dan pembentukan sikap dan
tingkah laku sesuai nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Klimak dari
peniadaan produk-produk warisan Orde Baru, termasuk juga tergusurnya Pancasila
dan Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (BP-7) dengan berbagai pasang surut dan dinamika, kini sampai pada
tahapan anti-klimaks di mana Pancasila sudah diwacanakan untuk bisa dijadikan
mata pelajaran kembali yang mandiri dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai
Perguruan Tinggi (PT) untuk dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pancasila mampu
menunjukan kesaktiannya mengalahkan paham dan nilai-nilai lain yang juga
hidup, tumbuh dan berkembang subur di bumi Indonesia sebagai dasar, landasan,
tuntunan dan pegangan dalam semua aspek kehidupan sosial, politik, ekonomi dan
budaya. Pancasila sebagai falsafah, nilai-nilai dan pandangan hidup merupakan
suatu kekuatan ideologi bangsa yang setara dengan Nilai-nilai Asia, Nilai-nilai
Konfusian. Nilai-nilai Islami dan juga Nilai-nilai Kristiani.
Di kota
Rotterdam, Belanda, pada 20 Oktober 1990 Prof. Dr. Pyotr Hessling yang mengasuh
mata kuliah Studi Internasional Organisasi dan Manajemen pada Fakultas Ekonomi
Universitas Erasmus Rotterdam di hadapan para staf asistennya yang sedang
dibimbingnya menyelesaikan thesis Ph D, tiga orang berasal dari Indonesia
Soeksmono Besar Martokoesoemo, Petrus Suryadi Sutrisno dan Santo Koesoebjono
serta Penelope (Penny) Webb, asistennya Michael Porter, secara
mengagumkan menjelaskan konsep “musyawarah” dan “mufakat” ala Indonesia sebagai
dasar dalam pembangunan kelembagaan bagi suatu organisasi dan
manajemen.
Hessling, yang
dikenal sebagai ahli Indonesia, mengatakan bahwa suatu konsep-konsep umum perlu
dikemukakan secara jelas dalam penataan organisasi dan manajemen, misalnya
dalam kasus seperti pengambilan keputusan manajemen di Indonesia. Organisasi
bisa saja mengikuti konsep model yang disebut “Gotong Royong” (Mutual Aid),
kemudian “musyawarah” dan “mufakat” (decision by consensus) serta penghormatan
kepada orang yang lebih tua atau dituakan.
Hessling masih
menyebut dan menggaris bawahi bahwa “musyawarah” dan “mufakat” merupakan
nilai-nilai yang menjadi sari dari dasar negara Indonesia yang disebut
Pancasila. Ia juga membandingkan betapa nilai-nilai Pancasila sebagai konsep
manajemen organisasi lebih efektif ketimbang konsep manajemen pengambilan
keputusan melalui voting.
Catatan tentang bagaimana
piawainya Hessling mengidentifikasi nilai-nilai Pancasila yang disebut
“musyawarah” dan “mufakat” sebagai salah satu konsep umum yang menjadi landasan
pengambilan keputusan dalam organisasi-manajemen merupakan bukti bahwa
Pancasila sebenarnya sudah “go international” sebelum tahun 2000 atau sebelum
Reformasi lahir di Indonesia. Pancasila diakui oleh ilmuwan Barat sebagai suatu
nilai-nilai dan konsep yang mampu memberikan kontribusi bagi proses inovasi dan
perubahan lingkungan.
Bukti lainnya
dalah saat resepsi pernikahan Marina Mahathir, puteri mantan Perdana Menteri
(PM) Malaysia, Datuk Seri DR Mahathir Mohammad, pada Juni 1986, satu dari tiga
pendukung utama kepemimpinan Mahathir Mohammad yang hadir di resepsi sempat
mendiskusikan pentingnya rakyat Malaysia belajar nilai-nilai (asas) kenegaraan
kebangsaan, seperti Pancasila, meskipun Malaysia juga memiliki Rukun Negara
yang juga berisi lima dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Saat itu salah
seorang pendukung Mahathir mengatakan, betapa pentingnya nilai-nilai pemersatu,
nilai-nilai kebersamaan dan kesadaran menciptakan suasana kehidupan sosial yang
selaras, serasi dan toleran.
Ia mendengar
bahwa dalam sosialisasi dan penataran P-4 kasus-kasus dan aktualisasi
implementasi nilai-nilai semacam itu menjadi pembahasan dan perdebatan untuk
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia. Karena itu, katanya,
mengapa tidak orang Malaysia belajar dari Indonesia tentang nilai-nilai sosial
budaya yang baik. Ia berharap bahwa kelak ada warga Malaysia yang berhasil ikut
Program P-4 di BP 7. Ternyata, di tahun 1987 seorang warganegara Malaysia
berhasil lulus mengikuti program P-4 di BP-7.
Beberapa
mahasiswa yang mempelajari ilmu politik di Universitas Kebangsaan Malaysia
menjelang era 1990 an mengatakan bahwa teman-teman di Indonesia memiliki faktor
pengikat atau pemersatu yang kokoh dibandingkan Malaysia, faktor pengikat itu
adalah nilai-nilai Pancasila.
Gambaran
Pancasila diapresiasi oleh bukan warganegara Indonesia di luar negeri merupakan
suatu hal yang patut diperhatikan oleh semua warga negara Indonesia sebagai
pemilik nilai-nilai pancasila. Apakah orang Belanda dan orang Malaysia yang
mengapresiasi nilai-nilai Pancasila harus kita cegah dan halangi karena
alasan mereka bukan warga negara Indonesia pemilik yang sah dari nilai-nilai
Pancasila ?.
Sementara itu,
kita warga negara RI sebagai pemilik sah Pancasila justru mengabaikan dan
melupakan peran sentral Pancasila sebagai dasar dan falsafah. BP 7 sebagai
badan yang menyelenggarakan sosialisasi, pendidikan dan pengamalan Pancasila
justru dihilangkan peran, fungsi dan eksistensinya pada awal Orde
Reformasi.
Mestinya sebagai
warga negara Indonesia kita harus malu terhadap orang Belanda dan orang
Malaysia, karena kita telah mengabaikan Pancasila sebagai nilai-nilai dan
kekayaan ideologi asli nasional Indonesia, apalagi membiarkan dan
tidak menyesal manakala Pancasila diambil negara lain.
Karena itu,
salah satu upaya untuk menegakan kembali Pancasila sebagai dasar negara dan
falsafah serta pedoman hidup rakyat Indonesia sehari-hari nampaknya ada
beberapa hal yang perlu dilakukan, antara lain perlu konsensus nasional untuk
mereaktualisasi Pancasila dalam kehidupan nyata sehari-hari, BP-7 harus
dihidupkan kembali dengan tambahan tugas pokok mengaktualisasi Pedoman
Penghayatan Pengamalan Pancasila/P-4 secara kongkrit dan terprogram, menjadikan
Pancasila sebagai bahan pelajaran sekolah dari mulai SD sampai PT.
Bukan tidak
mustahil jika 50 tahun ke masa depan, para mahasiswa atau ilmuwan asing yang
ingin mempelajari nilai-nilai luhur Pancasila sebagai ideologi khas Indonesia
akan mengalami kesulitan untuk memperoleh data dan dokumentasi yang berkaitan
dengan Pancasila. Tidak bisa kita bayangkan kalau untuk mempeorleh data dan
dokumentasi tentang Pancasila yang khas Indonesia kita harus mencarinya di
negeri Belanda atau di negara tetangga Malaysia atau Singapura. Karena itu
jugalah mungkin Daoed Joesoef mengingatkan agar kita jangan menyesal jika
Pancasila di ambil negara tetangga.
Tentunya kita
berharap apa yang dikatakan Daoed Joesoef itu tidak pernah terjadi. Karena
apresiasi orang Belanda dan orang Malaysia terhadap nilai-nilai Pancasila
merupakan bukti nyata bahwa Pancasila juga bukan hanya milik orang Indonesia
tetapi juga milik orang warga negara lain. Maknanya adalah Pancasila sebenarnya
memiliki nilai-nilai universalitas yang hakiki dan dapat diterima secara
internasional.
Presiden AS
Barrack Obama saja ketika didaulat bicara di kampus Universitas Indonesia Depok
juga menyebut Pancasila secara positif. Hal itu sekali lagi ikut membuktikan
bahwa nilai-nilai Pancasila memiliki sisi yang universal bukan hanya
nilai-nilai lokal yang diakui makna dan eksistensinya dalam kehidupan
masyarakat Indonesia tapi juga di luar bumi Indonesia.
2.6. Peran Ideologi
Pancasila Dalam Globalisasi
Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia yang sudah ditentukan oleh para pendiri negara ini haruslah menjadi
sebuah acuan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, berbagai
tantangan dalam menjalankan ideologi pancasila juga tidak mampu untuk menggantikankan
pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia, pancasila terus dipertahankan oleh
segenap bangsa Indonesia sebagai dasar negara, itu membuktikan bahwa pancasila
merupakan ideologi yang sejati untuk bangsa Indonesia. Oleh karena itu
tantangan di era globalisasi yang bisa mengancam eksistensi kepribadian bangsa,
dan kini mau tak mau, suka tak suka bangsa Indonesia berada di pusaran arus
globalisasi dunia. Tetapi harus diingat bahwa bangsa dan negara Indonesia tak
mesti kehilangan jati diri, kendati hidup ditengah-tengah pergaulan dunia.
Rakyat yang tumbuh di atas kepribadian bangsa asing mungkin saja mendatangkan
kemajuan, tetapi kemajuan tersebut akan membuat rakyat tersebut menjadi asing
dengan dirinya sendiri. Mereka kehilangan jati diri yang sebenarnya sudah jelas
tergambar dari nilai-nilai luhur pancasila. Dalam arus globalisasi saat ini
dimana tidak ada lagi batasan-batasan yang jelas antar setiap bangsa Indonesia,
rakyat dan bangsa Indonesia harus membuka diri. Dahulu, sesuai dengan tangan terbuka
menerima masuknya pengaruh budaya hindu, islam, serta masuknya kaum barat yang
akhirnya melahirkan kolonialisme.
Dalam pergaulan dunia yang kian global,
bangsa yang menutup diri rapat-rapat dari dunia luar bisa dipastikan akan
tertinggal oleh kemajuan zaman dan kemajuan bangsa-bangsa lain. Bahkan, negara
sosialis seperti Uni Soviet yang terkenal anti dunia luar tidak bisa bertahan
dan terpaksa membuka diri. Maka, kini, konsep pembangunan modern harus membuat
bangsa dan rakyat Indonesia membuka diri. Dalam upaya untuk meletakan
dasar-dasar masyarakat modern, bangsa Indonesia bukan hanya menyerap masuknya
modal, teknologi, ilmu pengetahuan, dan ketrampilan, tetapi juga terbawa masuk
nilai-nilai sosial politik yang berasal dari kebudayaan bangsa lain. Yang
terpenting adalah bagaimana bangsa dan rakyat Indonesia mampu menyaring agar
hanya nilai-nilai kebudayaan yang baik dan sesuai dengan kepribadian bangsa
saja yang terserap. Sebaliknya, nilai-nilai budaya yang tidak sesuai apalagi
merusak tata nilai budaya nasional mesti ditolak dengan tegas. Kunci jawaban
dari persoalan tersebut terletak pada Pancasila sebagai pandangan hidup dan
dasar negara. Bila rakyat dan bangsa Indonesia konsisten menjaga nilai-nilai
luhur bangsa, maka nilai-nilai atau budaya dari luar yang tidak baik akan
tertolak dengan sendirinya. Cuma, persoalannya, dalam kondisi yang serba
terbuka seperti saat ini justeru jati diri bangsa Indonesia tengah berada pada
titik nadir. Bangsa dan rakyat Indonesia kini seakan-akan tidak mengenal
dirinya sendiri sehingga budaya atau nilai-nilai dari luar baik yang sesuai
maupun tidak sesuai terserap bulat-bulat. Nilai-nilai yang datang dari luar
serta-merta dinilai bagus, sedangkan nilai-nilai luhur bangsa yang telah
tertanam sejak lama dalam hati sanubari rakyat dinilai usang. Lihat saja sistem
demokrasi yang kini tengah berkembang di Tanah Air yang mengarah kepada faham
liberalisme. Padahal, negara Indonesia seperti ditegaskan dalam pidato Bung
Karno di depan Sidang Umum PBB menganut faham demokrasi Pancasila yang
berasaskan gotong royong, kekeluargaan, serta musyawarah dan mufakat.
Sistem politik yang berkembang saat ini sangat gandrung dengan faham
liberalisme dan semakin menjauh dari sistem politik berdasarkan Pancasila yang
seharusnya dibangun dan diwujudkan rakyat dan bangsa Indonesia. Terlihat jelas
betapa demokrasi diartikan sebagai kebebasan tanpa batas. Hak asasi manusia
(HAM) dengan keliru diterjemahkan dengan boleh berbuat semaunya dan tak peduli
apakah merugikan atau mengganggu hak orang lain. Budaya dari luar, khususnya
faham liberalisme, telah merubah sudut pandang dan jati diri bangsa dan rakyat
Indonesia. Pergeseran nilai dan tata hidup yang serba liberal memaksa bangsa
dan rakyat Indonesia hidup dalam ketidakpastian. Akibatnya, seperti terlihat
saat ini, konstelasi politik nasional serba tidak jelas. Para elite politik
tampak hanya memikirkan kepentingan dirinya dan kelompoknya semata. Dalam
kondisi seperti itu sekali lagi peran Pancasila sebagai pandangan hidup dan
dasar negara memegang peranan penting. Pada akhirnya pandangan hidup bisa
diterjemahkan sebagai sebuah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki suatu
bangsa yang diyakini kebenarannya serta menimbulkan tekad bagi bangsa yang
bersangkutan untuk mewujudkannya.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Ideologi adalah suatu pandangan atau
sisitem nilai yang menyeluruh dan mendalam tentang cara yang terbaik, yaitu
secara moral dianggap benar dan adil serta mengatur tingkah laku bersama dalam
berbagai segi kehidupan.
2. Globalisasi berarti sebagai prosses
terjadinya perluasan skala kehidupan manusia yang multidimensial, dari format
yang lokal dan kemudian nasional, untuk menuju formmat baru yang meliputi
seluruh dataran bumi.
3. Globalisasi dapat berdampak negetif dan
positif terhadap eksistensi ideologi pancasila.
4. Cara mempelajari materi globalisasi ada
dua cara, yaitu; mengevaluasi pengaruh globalisasi terhadap kehidupan berbangsa
dan bernegara Indonesia dan menentukan sikap terhadap pengaruh dan implikasi
globalisasi terhadap bangsa dan negara Indonesia.
5. Pancasila dimata dunia adalah ideologi
yang dipandang positif dan universal.
6. Peran pacasila terhadap globalisasi
adalah sebagai filter dari perubahan-perubahan yang akan menggeser pancasila
sebagai ideologi.
3.2. Saran
1.
Sebagai generasi muda seharusnya kita bangga
dengan keberadaan ideology pancasila. Karena pancasila dipandang sebagai
ideologi yang baik oleh berbegai tokoh dunia.
2.
Dan pemerintah juga harus mengokohkan pancasila
sebagai ideologi agar pancasila tidak di ambil oleh negara lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar